Share

Ekonom Kritik Data Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen BPS

by admin · August 6, 2025

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II 2025 Dinilai Tidak Sesuai dengan Realitas Lapangan

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan keheranan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 yang mencapai 5,12 persen. Hal ini disampaikan meskipun tidak ada momentum besar seperti Ramadan yang biasanya menjadi pendorong daya beli masyarakat.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan II meningkat dibandingkan triwulan I yang sebesar 4,87 persen. Namun, berbagai pihak mulai mempertanyakan validitas angka tersebut karena tidak ada faktor pendukung signifikan yang mengarah pada peningkatan yang begitu tajam.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menyatakan bahwa data BPS dianggap sebagai anomali. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang tercatat tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di lapangan. Ia juga menyoroti ketidaksesuaian antara data kinerja industri nasional dengan indikator lain seperti Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur yang menunjukkan kontraksi.

Beberapa sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan, justru menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah daripada yang dilaporkan. Misalnya, PMI manufaktur berada di bawah ambang batas aman yaitu 50, namun data BPS menunjukkan pertumbuhan yang tinggi.

Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto juga turut memengaruhi kinerja industri akomodasi dan makan minum dalam negeri. Kebijakan ini mengurangi aktivitas kunjungan ASN dan pemerintah daerah ke daerah-daerah, sehingga berdampak pada penurunan pertumbuhan sektor tersebut.

Pertumbuhan ekonomi biasanya diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan nasional riil. Angka ini mencerminkan seberapa besar aktivitas ekonomi meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi ditandai oleh tren naiknya pendapatan nasional, produksi barang dan jasa, serta meningkatnya daya beli masyarakat.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai bahwa angka pertumbuhan ekonomi yang diumumkan BPS bertolak belakang dengan proyeksi dari lembaga kredibel seperti IMF dan Bank Dunia. Proyeksi mereka berada di kisaran 4,7-4,8 persen, sedangkan realisasi BPS justru melampaui skenario optimis sekalipun.

Menurut Achmad, narasi resmi BPS yang menyatakan bahwa “tsunami fiskal” dari belanja pemerintah mampu menjadi penyelamat tunggal dinilai simplistis. Ia menyampaikan kecurigaan tentang kemungkinan adanya intervensi dan manipulasi data yang disengaja.

Dugaan adanya intervensi Istana muncul dari keraguan publik terhadap anomali data ini. Dua kemungkinan yang meresahkan adalah inkompetensi metodologis BPS atau adanya intervensi yang disengaja. Jika metode BPS tidak relevan dengan struktur ekonomi saat ini, maka angka pertumbuhan bisa menjadi hasil dari sistem pengukuran yang usang atau cacat.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah adanya pemolesan data pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan II didorong oleh konsumsi yang tinggi, investasi yang meningkat, serta peningkatan transaksi di eceran dan marketplace. Selain itu, jumlah lapangan pekerjaan yang tercipta juga meningkat secara signifikan.

You may also like